Dahulu pintu gerbang Keraton Majapahit rusak karena usianya yang sudah tua, dan terkena gempa bumi. Raja bermaksud membangun kembali pintu gerbang tersebut seperti sedia kala - megah, seperti saat dibangun pertama kali oleh Raden Wijaya pendiri kerajaan Majapahit.
Para tukang dan empu di kumpulkan untuk membangun pintu gerbang Keraton tersebut, mereka bekerja siang dan malam secara bergiliran. Sehingga boleh di kata pekerjaan membangun pintu gerbang itu tanpa henti, terus menerus.
Namun sungguh aneh, setiap kali bagian atas bangunan itu selesai dikerjakan dengan sempurna tiba-tiba pintu gerbang yang sudah kelihatan megah dan indah itu roboh berantakan.
Kejadian ini berulang ulang hingga 3 kali, lalu salah seorang Empu dari tim pembuat gapura itu bersemedi, ia adalah seorang empu sakti dari Madura, setelah beberapa hari bersemedi, dia mendapatkan bisikan baik bahwa yang bisa menegakkan pintu gerbang Keraton Majapahit adalah cucunya sendiri Joko Tole.
Atas persetujuan Raja, Joko Tole di panggil ke ibu kota Majapahit. Pemuda sederhana namun bertubuh tegap dan tampan ini. Langsung menyembah hormat saat tiba di hadapan Raja Majapahit.
"Benarkah kau sanggup menegakkan pintu gerbang yang sedang kami bangun?" Tanya Raja.
"Hamba akan berusaha sesuai kemampuan yang ada."
"Joko Tole...!"
"Hamba Gusti Prabu..." Sahut Joko Tole penuh takzim.
"Ketahuilah, para empu sudah mengerahkan segenap kemampuan untuk membangun kembali pintu gerbang itu. Jika kau tak sanggup membantu mereka menegakkan pintu gerbang malam ini. Maka kau akan di bakar hidup hidup".
Sehingga dalam legenda disebutkan Joko Tole dibakar di atas berlangganan raksasa lalu dari pusarnya keluar cairan perekat (semacam semen). Dan tetes keringat di sekujur tubuhnya menjadi perekat yang ampuh untuk menegakkan pintu gerbang Keraton Majapahit. Namun Joko Tole tidak mati.
Akhirnya dengan bantuan Joko Tole, para empu dapat membangun dan menegakkan kembali pintu gerbang Keraton Majapahit. Tentu saja Raja sangat gembira mengetahuinya.
Sejak saat itu Joko Tole diangkat menjadi salah satu perwira utama di istana Majapahit. Sebab selain ahli bangunan, ternyata Joko Tole juga mempunya ketrampilan keprajuritan. Bahkan mempunyai siasat perang yang tangguh.
Oleh sebab itu, jika ada hal hal sulit yang tidak bisa diatasi oleh para Senopati dan panglima perang kerajaan, Joko Tole disuruh mengatasinya. Jika ada pemberontakan yang bertujuan merongrong wilayah kekuasaan Majapahit, Joko Tole diperintahkan Raja memimpin pasukan untuk meredamkan pemberontakan itu.
Joko Tole ternyata prajurit yang tangkas dan cekatan dalam memimpin pasukan. Setiap pemberontakan yang terjadi di Majapahit selalu berhasil dia padamkan tanpa perlu memakan banyak korban. Tidak aneh, jika Raja sangat sayang kepadanya. Ia sering mendapat hadiah dari Raja.
Karena kasih sayang itu, ternyata ada beberapa orang yang iri kepada Joko Tole. Mereka yang tidak senang menyebarkan isu bahkan fitnah bahwa kesetiaan Joko Tole kepada Raja hanya setengah setengah. Joko Tole berjuang bukan untuk kejayaan Majapahit, tapi untuk mendapatkan hadiah dari Raja.
Fitnah dan desas desus itupun akhirnya sampai ke telinga Raja. Meskipun ragu, Raja akhirnya menguji kesetiaan Joko Tole.
Raja pun memanggil Joko Tole, setelah dia menghadap, Raja pun berbicara. "Joko Tole, aku mempunyai putri bernama Dewi Ratnadi, Maukah engkau kujodohkan dengannya?"
"Hamba siap dijodohkan dengan putri paduka", Jawa Joko Tole tegas.
"Tetapi tidakkah engkau akan menyesal di kemudian hari?" Tanya Raja.
"Mengapa hamba harus menyesal?" Tanya Joko Tole
"Ketahuilah," kata Raja menjelaskan, "putriku ini buta. Apakah engkau tetap mau mengawininya?"
"Hamba tetap bersedia," jawab Joko Tole dengan suara mantap.
Raja tersenyum gembira mendengar jawaban Joko Tole yang meyakinkan itu. Hati Raja semakin mantap bahwa Joko Tole memang seorang ksatria yang setia kepadanya. Isu dan fitnah itu hanyalah bohong semata.
Beberapa hari kemudian, pesta pernikahan Joko Tole dengan Dewi Ratnadi di rayakan di pusat kerajaan Majapahit. Ada bermacam macam komentar atas pernikahan itu. Orang yang tidak senang dengan Joko Tole menganggap pengantin yang sedang bersanding merupakan lelucon yang tidak lucu. Karena mempelai pria gagah seperti Arjuna, sedangkan mempelai wanita kedua matanya buta. Pihak yang mendukung Joko Tole merasa tidak puas, karena Joko tole yang besar jasanya kepada Majapahit dinikahkan dengan putri yang buta. Menurut mereka, Joko Tole sepantasnya di jodohkan dengan putri Raja yang paling cantik.
Setelah upacara dan pernikahan itu selesai, Joko Tole dan istrinya minta ijin kepada raja untuk pulang ke Sumenep. Raja mengizinkan mereka. Dengan di irinya oleh beberapa prajurit dan para emban-pembantu wanita dari Dewi Ratnadi. Joko Tole berangkat ke arah timur meninggalkan pusat pemerintahan kerajaan Majapahit yang indah permai. Meskipun Dewi Ratnadi buta, Joko Tole tetap menunjukkan rasa sayang, kepada istrinya itu. Dalam perjalanan, ia selalu mencarikan buah buahan yang disukai Dewi Ratnadi. Putri tidak menyangka Joko Tole akan mencintainya sedemikian rupa.
Setelah sampai di pelabuhan Gresik, Joko Tole dan istrinya beristirahat beberapa hari di bandar yang ramai disinggahi perahu perahu dari berbagai negeri. Kemudian mereka menyebarkan laut menuju Kamal ujung barat Pulau Madura. Setelah naik ke darat, Dewi Ratnadi ingin mandi. Joko Tole bingung di sekitar tempat itu tidak ada sumur atau sungai. Lalu, Ia mengambil tongkat Dewi Ratnadi dan menancapkannya ke tanah. Setelah tongkat itu dicabut, keluarlah air yang memancar dari dalam tanah langsung menyemprot wajah Dewi Ratnadi.
"Kanda Joko Tole," teriak Dewi Ratnadi dengan gembira, "sungguh ajaib! Saya sekarang bisa melihat."
"Benarkah, Dewi?" Tanya Joko Tole hampir tidak percaya. "Betul," jawab Dewi Ratnadi. "Untuk apa saya berdusta. Lihatlah kedua mata saya. Saya sekarang sudah bisa memandang wajah kanda."
Joko Tole pun memperhatikan mata istrinya. Tampak mata Ratnadi sudah terbuka dengan biji mata seindah bintang kejora. Hati Joko Tole sangat gembira. Mereka bersyukur atas karunia Tuhan yang tidak di sangka sangka ini.
Setelah puas mandi, Dewi Ratnadi pun berganti pakaian. Kini, ia bisa memilih sendiri pakaiannya karena kedua belah matanya dapat melihat dengan sempurna.
Air yang keluar dari dalam tanah itu akhirnya menjadi sumber air yang sangat jernih. Tempat itu, sampai sekarang disebut dengan Soca, artinya mata. Hal ini untuk mengingat kejadian ajaib dimana sepasang mata Dewi Ratnadi yang tadinya buta bisa melihat karena air yang memancar dari tempat itu.
Dalam perjalanan selanjutnya, Dewi Ratnadi tidak perlu ditandu. Selain sudah bisa melihat. Badannya terasa segar sekali. Mereka terus berjalan ke arah timur.
Berhari- hari lamanya mereka berjalan melewati dataran rendah yang luas dan naik turun perbukitan. Mereka tidak susah mencari makanan karena daerah yang mereka lalui itu banyak terdapat buah.
Ketika tiba disebuah tempat. Dewi Ratnadi ingin mandi. Joko Tole pun menancapkan tongkatnya ke tanah. Keluarlah air yang sangat deras.
Setelah selai mandi, Dewi Ratnadi terkejut karena pakaian dalamnya dihanyutkan air yang sangat deras alirannya. Ia segera memberi tahu suaminya.
Tanpa pikir panjang, Joko Tole pun memanggil air yang menghanyutkan pakaian dalam istrinya. Air yang jauh menggilir itupun membelok dan mendekat ke arah Joko Tole. Setelah pakaian itu tiba di dekatnya, Joko Tole cepat memungut dan mengembalikannya kepada Dewi Ratnadi.
Sumber besar yang terletak di sebelah timur laut kota Sampang itu sampai sekarang disebut Omben. Kata Omben berasal dari bahasa Madura, amben, yang berarti pakaian dalam.
Perjalanan Joko Tole dan Dewi Ratnadi pun diteruskan menuju timur. Setelah sampai di Sumenep, Joko Tole di sambut dengan gembira oleh ayah dan bundanya serta masyarakat Sumenep. Apalagi Joko Tole membawa pulang seorang istri yang cantik jelita.
Kaka Joko Tole dari pihak ibu bernama pangeran Saccadiningrat adalah seorang Adipati atau Raja muda yang memerintah ksadipaten Sumenep. Pemerintahannya dibawah kekuasaan Majapahit. Setelah Saccadiningrat memasuki usia tua, ada sekawanan bajak laut dari negeri Cina yang menganggu wilayah perairan selat Madura. Lagi lagu Joko Tole mendapatkan tugas mengamankan wilayah tersebut. Dalam pertempuran yang sengit, dan bekal kuda serta cambuk api dari kakeknya akhirnya Joko Tole dapat mengusir kawanan bajak laut tersebut. Raja Majapahit ikut gembira mendengar keberhasilan ini.
Atas jasanya ini Joko Tole pun dinobatkan sebagai Adipati yang memerintah wilayah sumenep. Menggantikan kakaknya yang sudah berusia lanjut. Di bawah kepemimpinan Joko Tole, masyarakat Sumenep benar benar mengalami jaman kemakmuran dan keadilan, karena pemimpinnya memang seorang yang jujur dan adil.
Pesan Bijak : Jadilah Orang yang Baik meskipun banyak yang tak menyukai itu. Dan jika kamu mendapatkan sesuatu yang tidak kamu suka, bersabarlah. Karena bisa jadi itu akan menjadi kebahagiaan buatmu. Cukup cintai dengan ikhlas dan tetap bersyukur.
#kisahinspirasi #kisahfiksi #ceritarakyatnusantara #madura #sumenep #kerajaanmajapahit #dongengsebelumtidur.
Sumber : MB. Rahimsyah, 27 Cerita Rakyat Nusantara, 2006. Surakarta : Penerbit Bringin Ss
Belum ada tanggapan untuk "Kisah Bijakku : Ketulusan Cinta Joko Tole, Ksatria Madura Yang Mencintai Istri Buta"
Posting Komentar