Malam itu sangat dingin, salju turun dengan lebat. Besok adalah Tahun Baru. Semua orang bersuka cita. Sepasang suami istri miskin ingin menikmati Tahun baru dengan sajian kue mochi. Sayang, bahkan sebutir beras pun tak mereka miliki saat itu.
"Suamiku, aku sudah membuat hiasan rambut dari benang warna warni. Juallah di kota, mungkin kita bisa membeli kue mochi untuk besok, " kata sang istri. Suaminya setuju meski harus menerobos dinginnya hujan salju.
Dia beranjak dari rumahnya ditengah gunung. Kota yang dituju sangat jauh, meski dia harus berjalan melewati lembah, gunung, dan jalan di sela sela gunung. Di tepi sebuah jalan dia menemukan deretan patung Jizo. Kepala patung patung itu putih tertutup salju. Hati sang suami iba melihatnya.
"Ah, kasihan sekali kalian pasti kedinginan," katanya.
Dengan sapu tangan kecilnya, sang suami membersihkan tumpukan salju di kepala patung Jizo.
"Sudah, ya. Aku harus ke kota untuk menjual perhiasan rambut ini," katanya lirih, hampir tak terdengar di sela desiran salju.
Dia melanjutkan perjalanan menembus salju dan angin yang semakin dingin. Sore harinya dia tiba di kota. Suasana di kota sangat ramai, apalagi saat itu malam Tahun Baru. Sangat meriah. Orang ramai berlaku lalang. Namun, tak seorangpun menghiraukannya. Tak ada yang mau membeli barang jualannya. Dia merasa sedih dan mulai putus asa. Penjual topi bambu didekatnya pun tak berhasil menjual satu pun barang dagangan. Semangatnya makin menghilang. Dia berniat pulang.
"Pak, bagaimana jika kita bertukar barang dagangan?" Kata penjual topi bambu.
"Yah, baiklah," sahut sang suami lirih.
Akhirnya mereka bertukar barang dagangan. Setelah itu mereka berpisah. Dan pulang ke rumah masing masing. Di tengah perjalanan dia kembali melewati deretan patung Jizo.
"Patung Jizo, aku punya hadiah untuk kalian. Supaya kepala kalian tidak kedinginan, aku pakaikan topi topi bambu ini di kepala kalian, ya."
Semua topi pun terpasang di kepala patung patung Jizo.
"Oh, topiku habis, tapi Jizo kecil belum bertopi. Nah, pakai handuk kecilku, ya. Mudah mudahan kau tidak kedinginan lagi. "
Sesampai di rumah, dia menceritakan pengalamannya kepada istrinya.
"Oh, kau memang suami yang baik. Kau melakukan perbuatan mulia," kata sang istri sambil menghidangkan segelas air putih.
Malam semakin larut. Beberapa sosok bayangan kecil mulai bergerak dari dalam hutan, berjalan melalui jalanan di bukit dan di sela sela gunung menuju rumah suami istri itu.
"Saat! Diam, jangan bersuara..."
Bayangan bayangan kecil itu membawa begitu banyak barang. Mereka menumpuknya di depan pintu rumah. Ada kue mochi, sayur sayuran, buah buahan, ikan, baju, dan lain lain. Bayangan terakhir adalah yang paling kecil, dengan terhuyung huyung membawa sekarung beras.
"Bruk!" Bayangan kecil itu jatuh di salju. Lalu, dia menggeliat keluar dari tumpukan salju. Dan segera berlari menjauh.
Pasangan suami istri yang mendengar suara itu merasa curiga, lalu mengintip dari sela sela dinding kayu rumah.
"Suara apa itu?" Tanya sang suami setengah berbisik.
Dari sela sela dinding kayu rumah, mereka melihat barisan patung Jizo berlari ke arah hutan. Ternyata mereka datang membawa hadiah sebagai rasa terimakasih atas pemberian topi bambu sang suami.
Tahun baru yang membahagiakan. Suami istri itu hidup bahagia, berkat hadiah patung Jizo, atas topi topi bambu yang diberikan oleh sang suami.
Pesan Bijak : Keikhlasan dalam memberi akan sangat besar pengaruhnya dalam kehidupan orang lain. Bagi kita sendiri, memberi dengan ikhlas, akan mendatangkan kebahagiaan dan kelegaan dalam hati, karena dalam pemberian yang ikhlas, kita memberikan yang terbaik untuk diri sendiri dan kehidupan kita.
#kisahinspirasi #kisahdongeng #kisahjepang #kisahfiksi #dongengsebelumtidur #kisahkebaikanhati.
Sumber : Cecilia, 101 Kisah Bijak dari Jepang, 2011, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Belum ada tanggapan untuk "Kisah Bijakku : Rasa Terimakasih Patung Jizo"
Posting Komentar